Minggu, 05 Juli 2009

UU untuk Perlindungan Buruh dan Tenaga Kerja

PP RI No.8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah.
Pasal 11. Pada tiap pembayaran seluruh jumlah upah harus dibayarkan.
Pasal 19
Ayat 1: Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai hari ke delapan terhitung dari hari dimana seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah dengan 5%(lima persen) untuk setiap keterlambatan. Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1%(satu persen) untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1(satu) bulan tidak boleh melebihi 50%(lima puluh persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan.
Ayat 2: Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar, maka disamping berkewajiban untuk membayar sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, pengusaha diwajibkan pula membayar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan.
Ayat 3: Penyimpangan yang mengurangi ketentuan dalam pasal ini adalah batal menurut hukum.
Pasal 27:Dalam hal pengusaha dinyatakan pailit, maka upah buruh merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang kepailitan yang berlaku.

UU RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 95
Ayat 1: Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelaliannya dapat dikanakan denda.
Ayat 2: Pengusaha yang karena kesengajaan dan kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.
Ayat 3: Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah.
Ayat 4: Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
Pasal 151.
Ayat 1: Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
Ayat 2: Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Ayat 3: Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskanhubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pasal 155.
Ayat 1: Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat 3 batal demi hukum.
Ayat 2: Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
Ayat 3: Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterimanya pekerja/buruh.

Pasal 156.
Ayat1: Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa verja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Ayat 2: Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 paling sedikit sebagai berikut :
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Ayat 3: Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan sebagai be-rikut :
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.
Ayat 4: Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Ayat 5: Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 157
Ayat 1: Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :
a. upah pokok;
b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.
Ayat 2: Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari.
Ayat 3: Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau kabupaten/kota.
Ayat 4: Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.

Pasal 164.
Ayat 1: Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan preusan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat 2 uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4.
Ayat 2: Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Ayat 3: Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat 2, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4.

Pasal 165.
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/ buruh karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat 2, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4.

1 komentar:

foodamental mengatakan...

Maaf, mau nanya..

Kalau perhitungan simulasinya udah ada atau belum yah?

Apakah denda per hari itu selalu dikalikan ke besarnya gaji pokok atau dikalikan dengan gaji yang sudah ditambahkan dengan denda hari sebelumnya?


Terima Kasih